Minggu, 26 Februari 2017

Aplikasi Dalil Istishab Terhadap Warisan Ahli Waris Mafqud


BAB I             : PENDAHULAUN
A.    Latar Belakang Masalah
Istishab merupakan salah satu dalil yang hujjahnya masih diperselisihkan dikalangan ulama ketika tidak ada dalil (muttafaq).[1] Karena menetapkan hukum menggunakan dalil istishab sama artinya menetapkan sebuah hukum dengan akal, karena penetapan sebuah hukum bukan berdasarkan pada asal syari’at, melainkan dari ketetapan akal akan ada atau tudaknya sebuah hukum, karena hanya dengan disandarkan dengan masa lampau dan dibangun dengan keyakinan. Artinya ada atau tidaknya hukum karena memang sudah ma’lum dari masa lampaunya, bukan karena asli adanya syari’at itu sendiri. [2]
 Di kalangan jumhur kecuali Hanafiyah menggunakan dalil istishab untuk menetapkan sebuah hukum.[3] Penggunakan dalil ini tidak semata-mata menjadi hujjah atas suatu hukum, melainkan penggunaan dalil ini apabila ada dalil shorih yang memang menjelaskan akan keberadaan hukum tersebut, atau adanya dalil yang menunjukkan masih berlakunya ketetapan sebuah hukum tersebut.[4] Dengan kata lain dalil ini masih tetap digunakan oleh ulama untuk menghukumi sebuah permasalahan atas dasar dalil lain yang mendukung keberadaan penggunanaan istishab tesebut.
Salah satu permasalahan yang dihukumi oleh ulama dengan dalil istishab adalah hak ahli waris yang hilang (mafqud). Harta waris merupakan salah satu unsur yang sangat diperhatikan dalam syari’at Islam. Karena harta merupakan bagian dari kehidupan, yang mana semua manusia membutuhkan harta. Sedang kebutuhan akan harta beriringan dengan keberadaan manusia.[5] Dan semua ketentuan mengenai pembagian harta waris telah dijelaskan dalam Al-Qur’an diantaranya sebagaimana firman Allah:
يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ فَإِن كُنَّ نِسَاء فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِن كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأُمِّهِ السُّدُسُ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَآؤُكُمْ وَأَبناؤُكُمْ لاَ تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعاً فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيما حَكِيماً
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh setengah harta. Dan untuk dua orang ibu dan bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak, jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu dan bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga, jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak- anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa'atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”[6]
Berikutnya juga telah dilengkapi penjelasannya dalam hadits yang masyhur, yang mana para ulama telah mengeluarkan hukum terkait masalah warisan, baik dengan mengkiaskan dengan peristiwa yang pernah terjadi di masa sahabat, maupun fuqaha’.[7] Akan tetapi pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak menguntungkan bagi keluarga yang ditinggal mati pewarisnya. Karena naluriah manusia yang menyukai harta benda[8] tidak jarang memotivasi seseorang untuk menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan harta benda tersebut.
Pada masa jahiliyah pembagian warisan tidak diberikan kepada seorang wanita, baik anak, istri, maupun ibunya. Adapun pembagian warisan hanya kepada pihak laki-laki, seperti kakak laki-laki, keponakan, ataupun anaknya laki-laki yang sudah baligh. Karena kunci pembagian warisan mereka adalah seorang yang bertanggungjawab menjadi kepala keluarga.[9]
Diantara salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam pewarisan adalah hidupnya ahli waris setelah kematian seseorang walaupun hanya sebentar.[10] Akan tetapi dengan keadaan ahli waris yang hilang penetapan bagian warisan belum bisa dibagi secara sempurna, karena adanya ketidak jelasan akan hidup atau matinya orang yang hilang, sehingga pembagian harta tidak bisa untuk segera dibagikan. Jika harta dibagikan tanpa menganggap hidup saudara yang hilang di takutkan mendzalimi hak ahli waris mafqud yang ternyata masih hidup atau sebaliknya jika ahli waris mafqud yang ditunggu ternyata telah mati.
Dengan realita saat ini terlampau banyak orang yang pergi ke luar negri baik untuk belajar, bekerja, ataupun dengan tujuan yang lain. Tentu adanya kemungkinan akan terjadi hal-hal di luar dugaan, seperti hilangnya komunikasi, atau tidak ada kabar sama sekali, sehingga keluaga tidak mengetahui keberdaan seorang tersebut. Terlebih pada kasus penculikan atau penyelundupan orang yang tiba-biba menghilang tanpa jejak, dan keluarga juga mengalami kesusahan untuk melacak keberadaan seorang tersebut. Maka statusnya saat itu berubah menjadi mafqud, yang mana jika keadaan sebenarnya mafqud tersebut masih hidup maka seorang mafqud tersebut tetap berhak terhadap harta warisan.
Hal di ataslah yang menjadi salah satu pemicu kenapa perasalahan ini harus diangkat lalu dipaparkan. Dan bagaimana ulama Fikih menggunakan salah satu istimbat hukum yang mereka gunakan, yaitu istishab dalam menanggapi persoalan yang demikian, karena penerapan syari’at dalam pembagian harta warisan tidak bisa direalisasikan kecuali setelah adanya kejelasan keadaan mafqud. Maka dalam risalah kali ini penulis akan fokus membahas Aplikasi Dalil Istishab Terhadap Hak Ahli Waris Mafqud Menurut Perspektif Islam.

B.     Rumusan Masalah
Berangkat dari gambaran umum di atas maka dapat diketengahkan sejumlah permasalahan yang timbul berkaitan dengan hal tersebut, agar penelitian ini lebih fokus pada kajiannya, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimana hujjiyah dalil istishab?
2.      Bagaimana aplikasi dalil istishab terhadap hak ahli waris mafqud menurut perspektif Islam?
C.    Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Tujuan ditulisnya risalah ini antara lain:
1.      Untuk mengetahui hujjiyah dalil istishab.
2.      Untuk mengetahui bagaimana aplikasi dalil istishab terhadap hak ahli waris mafqud menurut perspektif Islam.
Kegunaan dari penelitian ini antara lain:
1.      Hasil penelitian ini sedikitnya  dapat menambah kontribusi dalam ilmu pengetahuan khususnya dibidang fikih.
2.      Hasil penelitian ini merupakan langkah awal dan dapat ditindak lanjuti oleh penulis berikutnya.
3.      Memberikan sumbangsih karya ilmiyah yang bermanfaat untuk dipersembahkan kepada para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri.
D.    Kajian Pustaka
Istishab merupakan salah satu dalil mukhtalaf yang digunakan untuk menetapkan sebuah hukum syar’i.  Sehingga ada sebagian ulama yang menetapakan beberapa permasalahan menggunakan dalil istishab tersebut. Diantaranya adalah masalah hak ahli waris yang mafqud, artinya ahli waris yang seharusnya berhak menerima harta waris hilang atau tidak diketahui rimbanya. Sehingga ulama berselisih dalam menetapkan hak mafqud tersebut, apakah bisa dihukumi menggunakan dalil istishab atau tidak.
Adapun mengenai aplikasi istishab terhadap hak ahli waris mafqud penulis dapati kajian yang serupa di beberapa penelitian, diantaranya sebagai berikut:
Skripsi yang berjudul “Orang Hilang (Al-Mafqud) Dalam Ilmu Waris (Menurut Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah).” Skripsi ini menjelaskan secara umum ketetuan mafqud dalam ilmu waris menurut Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah. Yang mana pembahasan mengenai ilmu waris sangat luas, dan belum mengeucut pada pembahasan hak ahli waris mafqud.
Jurnal yang berjudul “Penggunaan Istishab Al-Hal Dalam Menetapkan Hak Status Kewarisan Mafqud Menurut Hanafiyah.” Jurnal yang menjelaskan aplikasi istishab terhadap hak kewarisan mafqud ini hampir sejalur dengan apa yang penyusun buat. Perbedaanya jurnal ini pembahasannya mengurucut hanya pada pendapat ulama Hanafiyah.
            Dari beberapa di atas yang membedakan dengan penelitian ini adalah pendalaman terhadap dalil istishab yang diaplikasikan pada ahli waris mafqud. Yang mana pembahasan istishab juga disertai dengan hujjiyah dalil istishab tersebut. Penulis juga memaparkan ulama-ulama yang mengaplikasikan maupun menolak dalil istishab pada ahli waris mafqud. Untuk itu selain mengetahui bagaimana ulama mengaplikasi dalil istishab tersebut pada ahli waris mafqud, juga akan mengetahui hujjiyah dalil istishab itu sendiri.
E.     Metode Penelitian
Untuk mendukung penelitian pada skripsi yang berjudul “Aplikasi Dalil Istishab Terhadap Hak Ahli Waris Mafqud Menurut Perspektif Islam” adalah dengan menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research), yang bersifat analisis yang diuraikan dengan metodologi sebagai berikut:
1.      Jenis penelitain
Adapun jenis penelitian ini dilakukan dengan mengadakan penelitian kepustakaan (library research) dengan mengacu kepada buku-buku, artikel, dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan aplikasi istishab terhadap hak ahli waris mafqud.
2.      Sumber data
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a.       Data primer
Data primer adalah literatur-literatur yang membahas secara langsung objek permasalahan pada penelitian ini, diantaranya yaitu karya  Musthafa ‘Asyur yang berjudul Ilmu al-Mirats, dan karya Prof. Dr. H. Arif Syarifudin yang berjudul Ushul Fikih.
b.      Data Sekunder
Sumber data sekunder sebagai data pendukun yaitu berupa data-data tertulis baik berupa buku maupun sumber lain yang memiliki relevansi dengan masalah yang dibahas.
3.      Analisis data
Sebelum data diolah penulis terlebih dahulu memahami secara cermat mengenai kajian yang dibahas. Setelah data terkumpul kemudian diolah dan dianalisis. metode yang digunakan yang digunakan untuk menganalisis data-data tersbut adalah metode analisis. Yaitu dengan menguraikan dan menelaah bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yg tepat sehingga dapat mengetahui duduk perkaranya.
F.     Sistematika Pembahasan
Secara garis besar penulisan penelitian ini terdiri atas 4 bab, dimana dalam setiap bab tersebut terdapat sub bab pembahasan. BAB I: Pendahuluan, bab ini sebagai pengantar dalam melakukan penelitian yang terdiri atas A. Latar belakang masalah. B. Rumusan masalah. C. Tujuan dan kegunaan penelitian. D. Kajian pustaka. E. Metode penelitian. F. Sistematika pembahasan.
BAB II: Dalam bab ini membahas landasan teori yang terkait dengan tema skripsi dengan menjabarkan seputar pengertian, macam, rukun, syarat, serta kedudukan dalil istishab. Juga menjelaskan seputar pengertian, syarat, dan penghalang ahli waris, serta pengetian, cara menunggu, dan pewarisan seorang yang mafqud.
BAB IV: Bab akhir ini memuat kesimpuln dari pembahasan yang penulis kemukaka, dan dilengkapi dengan saran kepaa pembaca mengeni hasil penelitian. Kemudian diakhiri dengan penutup.
OUTLINE

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………
MOTTO………………………………………………………………………
ABSTRAK…………………………………………………………………...
NOTA PENGESAHAN………………………………………………………
NOTA DINAS PEMBIMBING………………………………………………
PERSEMBAHAN…………………………………………………….............
KATA PENGANTAR………………………………………………………...
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..
BAB I             PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang Masalah
1.2.            Rumusan Masalah
1.3.            Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1.4.            Kajian Pustaka
1.5.            Metode Penelitian
1.5.1.      Metode Pengumpulan Data
1.5.2.      Metode Analisis
1.6.            Sistematika Pembahasan
BAB II            TINJAUAN UMUM TENTANG DALIL ISTISHAB, AHLI WARIS, DAN MAFQUD MENURUT PERSPEKTIF ISLAM
             2.1.                 Tinjauan Umum Tentang Dalil Istishab
                                    2.1.1.   Pengertian
                                    2.1.2.   Macam
                                    2.1.3.   Syarat
                                    2.1.4.   Rukun
            2.2.                  Tinjauan Umum Tentang Ahli Waris Menurut Perspektif Islam
                                    2.2.1.   Pengertian                                          
                                    2.2.2.   Syarat
                                    2.2.3.   Penghalang
            2.3.                              Tinjauan Umum Tentang Mafqud Menurut Perspektif Islam
                                    2.3.1    Pengertian
                                    2.3.2.   Waktu Menunggu 
BAB III                      APLIKASI DALIL ISTISHAB TERHADAP HAK AHLI WARIS MAFQUD MENURUT PERSPEKTF ISLAM
            3.1.                  Hujjiyah Dalil Istishab
            3.2.                  Aplikasi Dalil Istishab Terhadap Hak Ahli Waris Mafqud Menurut Perspektif Islam
                                                3.2.1.   Pendapat Yang Menerima Dalil Istishab Terhadap Hak Ahli Waris Mafqud
                                              3.2.2.     Pendapat Yang Menolak Dalil Istishab Terhadap Hak Ahli Waris Mafqud
                                     3.3.     Cara Pewarisan Ahli Waris Mafqud Menurut Perspektif Islam
BAB IV : KESIMPULAN DAN PENUTUP
4.1   . Kesimpulan
4.2   . Saran
4.3   . Penutup
DAFTAR PUSTAKA                              


[1] Irsyadul fuhur 974
[2] Alibhaj fi syrh minhaj 168
[3] Istishab wa atsaruhu fi ahlam fiqhiyah 56
[4] istishab wa hujjiyatuhu wa atsaruhu fi ahkam fiqhiyah
[5] Warisan dan wasiyat 8
[6] Qs An-Nisa’ 11
[7] Ahkam tirkah wa mawaris muhammad abu zahrah 7
[8] wasiyah wan warisan 8
[9] Ilmu mirats 11
[10] al mawaris wa washoya 41