A.
PENDAHULUAN
Pada masa rasulullah masih hidup, yang bertindak
sebagai pemecah perkara dan pelerai pertikaian dalam masyarakat
adalah beliau sendiri. Beliau sebagai maraji’ pertama untuk meminta fatwa dan keputusan. Keputusan beliau itu didasarkan atas wahyu atau
sunnah, termasuk musyawarah dengan para sahabat. Sehingga pada masa nabi,
setiap persoalan dapat dengan mudah dikembalikan kepada rasulullah.
Dengan wafatnya nabi muhammad,
berhentilah wahyu yang turun selama 22 tahun 2 bulan 22 hari yang beliau terima
dari malaikat jibril baik sewaktu beliau masih berada di makkah maupun setelah
hijrah ke madinah. Demikian
juga halnya dengan sunnah, berakhir dengan meninggalnya rasulullah itu. Kedudukan rasulullah sebagai utusan Alloh tidak mungkin
diganti, tapi tugas beliau sebagai pemimpin kaum muslimin dan kepala negara harus
dilanjutkan oleh orang lain. Maka semua permasalahan yang timbul setelah meninggalya rasulullah
dijadikan dalam satu pembahasan, yaitu fiqih. Fiqih merupakan kumpulan
hukum-hukum syar’i yang sifatnya perbuatan dzohir dan
didasari oleh dalil-dalil yang terperinci.
B. PEMBAHASAN
1. Awal Mula Munculnya Fiqih.
Alloh menurunkan wahyu kepada
rasulullah saat beliau berumur 40 tahun, wahyu turun selama 22 tahun 2 blan 22 hari, selama itu pula
semua permasalahan yang timbul tuntas oleh Al-Qur’an dan penjelasan langsung
dari rasulullah. Rasulullah sebagai rujukan pertama pada setiap permasalahan
yang tidak dijelaskan secara jelas
didalam Al-Quran, maka masa inilah yang disebut ‘asyru tasyri’ yang dimulai sejak diutusnya rasulullah hingga meninggalnya beliau pada
tahun 11H.
Setelah meninggalnya rasulullah semua permasalahan baru yang muncul dan
tidak disebutkan secara jelas dalam Al-Qur’an menjadi perselisihan para sahabat,
mulai dari masalah ibadah, mu’amalah, kenegaraan, dan lain sebagainya tidak
semua dapat diselesaikan pada saat itu, bahkan ada beberapa permasalahan yang
hingga saat ini belum tuntas. Saat itulah mulai timbul fiqih. Maka fiqh dimulai
setelah meninggalnya rasulullah dan dipegang oleh khulafa’ur rasyidin.
Khulafa’ur rasyidin adalah istilah yang biasanya digunakan untuk menyebutkan
empat orang pimpinan tinggi umat islam yang berturut-turut menggantikan
kedudukan rasulullah sebagai kepala Negara, yaitu: Abu Bakar (11-13H), Umar bin
Khotob (13-23H), Utsman bin Affan (23-35H), dan Ali bin Abi Thalib (35-40H).
Kemajuan peradaban dunia ternyata juga sangat mempengarui
perkembangan fiqih, semakin banyak permasalahan baru muncul yang ketika rasulullah masih hidup tidak
ditemukan. Selain itu, dalil dari hadits itu sendiri memiliki riwayat dengan kwalitas yang berbeda-beda, hingga sering kali
menimbulkan kontradiksi
terhadap hukum-hukum yang dihasilkan, maka membutukan selektivitas
dan juga banyak dalil-dalil yang diperdebatkan. Maka fiqih akan selalu
mengalami perubahan pada setiap periode.
2. Masa Pemerintahan Khulafaur Rasyidin
Rasulullah meninggal pada tahun 571H pada umur 63 tahun
dikarenakan sakit. Pada saat itu para sahabat banyak yang tidak percaya akan
meninggalnya rasulullah, terutama Umar
bin Khatab, beliau sangat menentang berita itu, namun Abu Bakar menenangkan
para sahabat dengan membacakan ayat Alloh yang artinya:
“Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul,
apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak
dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi
balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”Maka para
sahabat mulai menerima peristiwa meninggalnya rasulullah.
Setelah meninggalnya rasulullah kaum muslimin bersepakat untuk
memilih pemimpin baru mereka, namun mengenai hal ini mereka saling berselisih.
Kaum Anshar yang meresa lebih mulia karena mereka telah menolong rasulullah
beserta kaum muslimin yang hijrah ke Madinah, maka mereka mereka menginginkan
pemimpin kaum muslimin Saad bin Ubadah yaitu dari kaum Anshar itu sendiri. Kaum Muhajirin yang juga merasa lebih berhak
akan kepemimpinan kaum muslimin, karena rasulullah yang juga berasal dari
golongan mereka, maka mereka mengajukan Abu Bakar sebagai pemimpin kaum
muslimin. Abu Bakar kemudian menengahi kaum muslimin dengan mengatakan “Ditangan
kamilah kepemimpinan kaum muslimin, sedangakan kalian adalah yang membantu
kami”.
Maka kaum muslimin mulai lapang menerima
keputusan tersebut. Umar bin Khatab segera membai’at Abu Bakar sebagai pengganti
rasulullah dalam memimpin kaum muslimin, karena beliau juga merupakan sahabat yang
paling disayangi oleh rasulullah dan beliau pula yang rasulullah utus untuk
menggantikan iman saat rasulullah sakit, kemudian diikuti kaum Ansahr, dan
seluruh kaum muslimin yang ada di Madinah, maka telah disepakati bahwa pemimpin
umat islam digantikan oleh Abu Bakar sebagai khalifah pertama.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar persebaran islam
semakin luas, banyak terjadi penakhlukan di
beberapa negara seperti Syam dan Iraq. Abu Bakar
menjabat sebagai pemimpin kaum muslimin selama
2 tahun lebih 100 hari, beliau meninggal
pada 8 Jumadil Akhir 13H.
Setelah meninggalnya Abu Bakar, kepemimpinan kaum muslimin berpindah pada Umar
bin Khotob, yaitu sebagai khalifah kedua setelah Abu Bakar.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khotob keadaan kaum
muslimin semakin membaik, persebaran daerah kekuasaan islam yang semakin meluas
hingga Iraq, Syam, Mesir, Jazirah Arab, Armenia, Azarbeijan, Khuzastan, dan
masih banyak lagi. Begitu pula dalam
masalah administrasi kenegaraan yang sudah berjalan dengan baik, banyaknya
harta rampasan perang, terbentuknya baitul mall, dan lain sebagainya sehingga
kaum muslimin merasakan kejayaan.
Ditengah keadaan kaum muslimin yang sedang membaik Alloh
mengambil Umar bin Khotob disaat beliau sholat melalui tokoh munafiq yang
bernama Abu Lu’luah. Adapun masa pemerintahan Umar bin Khotob adalah 20 tahun,
6 bulan, 5 hari, saat umur beliau 63 tahun.
Setelah Umar bin Khotob meninggal Utsman bin Affan
sebagai pengganti pemimpin kaum muslimin, yaitu sebagai khalifah ketiga. Pada
masa pemerintahan Utsman bin Affan daerah kekuasaan islam sudah sangat luas dan
urusan kenegaraan yang juga sudah sangat rapi, karena hanya meneruskan kepemerintahan
sebelumnya, yaitu pada
masa Umar bin Khotob
Utsman bin Affan terkenal lemah lembut, maka sebelum
Umar bin Khotob
meninggal, beliau berpesan mengenai urusan kepemerintahan negara untuk tidak
langsung dirubah, harus menunggu selama kepemerintahan Utsman bin Affan
berjalan selama 6 tahun. Utsman bin Affan memerintah kaum muslimin selama 12
tahun, meninggal pada hari Jum’at tanggal 18 Dzulhijah 35H.
Dan Ali bin Abi Thalib yang ditunjuk sebagai khalifah
keempat setelah Utsman bin Affan dan
pusat pemerintahan berpindah di
Kufah. Ali
bin Abi Thalib menjabat sebagai khalifah selama 5 tahun, dan meninggal ketika umur
beliau 63 tahun. Lalu kepemimpinan
kaum muslimin diserahkan kepada Muawiyah.
3. Permasalahan yang Muncul pada Masa Khulafaur Rasyidin.
Pada saat kaum muslimin dipimpin oleh khulafaur rasyidin banyak muncul
permasalahan baru yang belum pernah terjadi semasa rasulullah masih hidup, dan
permasalahn tersebut tidak terdapat dalam Al-Qur’an ataupun as sunnah, sehingga
para sahabat saling berselisih dalam menenukan suatu hukum.
Pada masa khalifah Abu Bakar banyak permasalahan baru yang timbul, dan
belum pernah terjadi pada saat rasulullah masih hidup, diantaranya:
1.
Gerakan nabi palsu.
Setelah meninggalnya rasulullah banyak orang yang mengaku
sebagai nabi, diantaranya: Al Aswad Al Insi dari Yaman, Musailamah Al Kadzab
dari bani Hanifah, Tholhah dari bani Asad, dan Sajah dari bani Tamim. Abu
Bakar beserta kaum muslimin berusaha memerangi para nabi palsu.
2.
Penolakan
dalam membayar zakat.
Setelah meninggalnya rasulullah bagian kaum muslimin
mulai enggan membayar zakat, karena mereka beranggapan bahwa zakat hanya
ditunaikan saat rasulullah masih hidup. Abu Bakar hendak memberantas mereka, namun
Umar bin Khotob menolaknya karena mereka masih termasuk kaum muslimin yang juga
mengucapkan syahadat dan melaksanakan semua rukun islam kecali zakat. Namun
Abu Bakar menolak, bahwasanya semua orang yang memisahkan antara sholat dan
zakat maka harus diperangi, lalu Abu Bakar mengutus Khalid bin Walid untuk
memberantas mereka.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab kaum muslimin
mengalami kejayaan, daerah kekuasaan islam yang semakin meluas, namun
permasalahan baru tetap muncul dikarenakan semakin luasnya daerah kekuasaan
islam maka semakin banyak pula permasalahan kepemimpinan ataupun permasalahan dalam
pengaturan tentara, diantara masalahnya:
1.
Koordinasi
pengiriman pasukan, karena semakin meluasnya daerah kekuasaan islam.
2.
Pengaturan
pasukan perang yang semakin banyak.
3.
Aturan
hukum dinegara yang baru
ditahlukkan.
4.
Belum
tersebarnya para sahabat, karena kebanyakan dari mereka masih bermukim di
Madinah.
Pada masa
pemerintahan Utsman bin Affan muncul permasalahan baru, bahwasanya beliau
bersikap nepotisme dalam masalah
pengangkatan pengurus negara, yaitu dari bani Umayyah, dan muncul banyak
fitnah-fitnah pada masa ini. Dari peristiwa
terbunuhnya Utsaman bin Affan ini banyak menimbulkan fitnah serta perpecahan
kaum muslimin menjadi syi’ah, khawarij, dan jama’ah.
Pada masa khalifah
Ali bin Abi Thalib mulai timbul perselisihan antara kaum muslimin sendiri,
diantaranya perang Jamal antara pahak Ali bin Abi Thalib dan ibunda Aisyah,
serta perang Siffin antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah. Setelah selesai
masa kekhalifahan kaum muslimin menunjuk Muawiyah sebagai pemimpin kaum muslimin, namun
dari pemerintahan ini kaum muslimin terpecah menjadi tiga golongan:
1.
Jumhurul
muslimin, yaitu yang menerima akan keperintahan Muawiyah.
2.
Syi’ah,
yaitu masih berwali pada Ali bin Abi Thalib, dan tidak menerima kepemerintahan
Muawiyah.
3.
Khawarij,
yaitu berada
diantara keduanya, tidak fanatik.
4. Pengambilan Sumber Hukum Fiqih pada Masa Khulafaur Rasyidin
Semua permasalahan yang muncul pada masa rasulullah dapat
terselesaikan, apabila permasalahan tersebut disebutkan di dalam Al-Qur’an maka
berhukum dengan Al-Qur’an, namun apabila permasalahan tersebut tidak disebutkan
secara jelas dalam Al-Qur’an, maka rasulullah yang berijtihad
dalam masalah tersebut. Alloh telah
mengizinkan rasulullah untuk berijtihad, maka rasulullah berijtihad dan para
sahabat menyaksikan akan hal itu, dan Alloh juga menjelaskan bahwasanya di
dalam Al-Qur’an terdapat beberapa hukum yang memang masih samar, karena itu
merupakan ladang untuk berijtihad dengan cara qiyasdengan
hukum lain yang serupa. Karena ijtihad adalah ciri khusus syari’at islam,
namun setelah rasulullah meninggal permasalahan baru yang muncul dan tidak
terdapat dalam Al-Qur’an ataupun sunnah rasulullah maka para sahabat saling
berselisih pendapat.
Di dalam hadits rasulullah kepada Muadz saat Muadz diutus
ke Yaman sebagai mentri, rasulullah bertanya “dengan apa kamu akan
memutuskan suatu perkara?” Muadz menjawab “dengan kitab Alloh”, lalu
rasulullah bertanya lagi “apabila tidak kamu dapati di dalamnya?” Muadz
menjawab “maka dengan sunnah rasulullah”, rasulullah bertanya lagi “apabila
tidak kamu dapati lagi?” Muadz menjawab “dengan pendapatku”, dan
rasulullah pun berkata “Maha Suci Alloh, yang Alloh dan rasulNya mengizinkan
apa-apa yang Alloh dan rasulNya ridhoi, hadits
ini menunjukkan bahwasanya rasulullah telah memberi izin kepada para sahabat
untuk berijtihad dalam memutuskan suatu perkara yang tidak terdapat dalam
Al-Qur’an dan assunah.
Abu Bakar dalam menentukan suatu permasalahan meruju’
pada Al-Qur’an, bila tidak ditemukan maka meruju’ pada sunah rasulullah,
apabila tidak didapati juga, maka beliau mengumpulakan parapbembesar kaum
muslimin yang mampu berijtihad untuk membahas suatu masalah tersebut, lalu jika
mereka semua telah menyepakati akan suatu permasalahan tersebut, maka akum
muslimin megamalkan permasalahan tersebut sesuai dengan yang telah disepakati
bersama.
Maka pada masa sahabat dalam menyelesikan masalah mereka
menggunakan:
1.
Al-Qur’an.
2.
Sunnah nabawiyah.
3.
Ijma, yaitu dengan mengumpulakan
sahabat untuk bersepakat dalam suatu permasalahan, dan mereka lalu berhukum
menggunakan itu.
4.
Ijtihad.
Maka metode tersebut yang diterapkan para sahabat dalam
menentukan suatu permasalahan, namun perselisihan pendapat masih tetap terjadi
karena setiap individu pasti memiliki jalan berpikir yang berbeda.
5. Permasalahan yang Disepakati Para Sahabat.
Dari
sumber hukum yang digunakan, para sahabat memutuskan semua permasalah yang
muncul dengan Al-Qur’an, bila tidak disebtukan dalam Al-Qur’an maka mereka
bersandar dengan assunah, dila tidak didapati juga para sahabat berkumpul untuk
mengambil keputusan dari masalah tersebut, dan mereka juga berijtihad. Dari
permasalahan baru yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan assunah, para sahabat
berkumpul untuk memutuskan maslah tersebut, namun tidak semua masalah dapat
disepakati dengan pendapat yang sama, karena setiap individu sahabat pasti
memiliki pendapat yang berbeda mengenai masalah tersebut. Berikut beberapa
permalahan baru yang disepakati para sahabat, dan juga yang masih
diperselisihkan:
1. Para sahabat bersepakat didalam menunjuk Abu Bakar
sebagai pemimpin kaum muslimin setelah rasulullah meninggal, yang sebelumnya
sempat terjadi perselisihan antara para sahabat dari kaum Muhajirin dan Anshar.
2. Para sahabat bersepakat dalam memerangi kaum muslimin yang mulai enggan
mengeluarkan zakat, setelah diberi peringatan.
3. Para sahabat bersepakat untuk menolak saat Fatimah
binti rasulullah meminta warisan harta dari rasulullah, karena harta rasulullah
akan diberikan pada kaum muslimin.
4. Atas usulan Umar bin Khatab para sahabat bersepakat
mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf, karena ketika rasulullah meninggal
Al-Qur’an masih belum terkumpul dalam satu mushaf, hanya pada hafalan para
sahabat. Ketika para sahabat banyak yang mulai gugur dimedan perang, maka
ditakutkan Al-Qur’an akan hilang, maka Al-Qur’an dibukukan menjadi satu mushaf.
6. Permasalahan yang Diperselisihkan Para Sahabat.
1. Para sahabat masih berselisih dalam menentukan hukuman
bagi orang yang minum khamr, karena rasulullah belum pernah menghukum orang
yang minum khamr, sedangkan Abu Bakar hanya memukul dengan sandal atau baju
sebagai hukumanya.
2. Para sahabat saling berselisih dalam menentukan hukun
riba fadhl,
sebagian sahabat memperbolehkan atas pendapat Ibnu Abbas, dan diikuti sahabat
yang lain seperti: Usamah bin Zaid, Zaid bin Arqam, dan Ibnul Zubair.
3. Para sahabat saling berselisih dalam menentukan sholat
tarawih, apakah harus berjama’ah dimasjid atau dirumah saja, karena ada
sebagian sahabat melakukan sholat tarawih di masjid, sedangakan rasulullah
tidak pernah sholat tarawih berjama’ah di masjid.
4. Pada masa rasulullah talak tiga kali dalam satu waktu
maka maish dihukumi satu kali talak. pada masa Umar bin Khatab kata talak
banyak diremehkan, senigga terjadi perselisihan, apakah talak tiga kali dalam
satu waktu masih dihukumi talak satu atau talak tiga.
7. Sebab-Sebab Timbulnya Perselisihan.
Permasalahan baru yang muncul pada masa sahabat menyebabkan
benyak terjadinya perbedaan pendapat diantara mereka. Jika permasalahan
tersebut merupakan masalah pokok agama islam, ataupun masalah tauhid mereka
telah bersepakat, dan tidak ada perbedaan pendapat diantara mereka, namun untuk
permasalahan baru yang berhubungan dengan ibadah dzahir para sahabat
berbeda-beda dalam berijtihad. Adapun penyebab perbedaan pendapat yang terjadi
diantara mereka antara lain:
1.
Dalam memahami nash yang Al-Qur’an.
Di dalam Al-Qur’an tidak semua dalilnya merupakan dalil
yang Qath’i,
ada beberpa ayat yang mengandung makna ihtimal, hingga menimbulkan perbedaan dalam memahami
ayat tersebut. Seperti dalam memahami ayat: وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ secara bahasa kata
“qur’un” mengandung arti lebih dari satu, yaitu mengandung arti haid dan
suci, yang mengatakan “qur’un” memiliki arti haid, maka mereka
berpendapat bahwa masa iddah seorang perempuan adalah tiga kali haid, sedangkan
yang mengatakan “qur’un” berarti suci, maka mereka berpendapat bahwa
masa iddah seorang wanita jika sudah mengalami tiga kali suci. Para sahabat
berbeda pendapat dalam memaknai arti kata tersebut, dan juga perbedaan pendapat
mengenai apakah kata tersebut dipakai secara makna haqiqi atau majaz.
2. Dalam memahami dan penjagaan hadits.
Para sahabat memiliki tingkatan yang berbeda
dalam memahami sebuah hadits, dan berbeda juga berbeda dalam tingkat hafalan
mereka, karena perkembangan sunnah rasulullah yang tidak tertulis, sehingga
mengandalkan kemampuan mengingat akan peristiwa, atau mendengar hadits tersebut
saat diucapkan. Perbedaan pendapat juga timbul karena perbedaan para sahabat
dalam metode pengambilan hadits sebagai hujjah, karena dilihat dari sisi hadits
ahad atupun mutawatir.
3. Dalam mengemukakan pendapat.
Para sahabat memiliki pendapat yang berbeda
dalam mengemukakan pendapat, seperti perbedaan pendapat Abu Bakar dan Umar bin
Khatab dalam masalah memberi sesuatu, Abu bakar tidak membedakan antara orang
islam, semua dianggap sama dalam masalah ini, namun Umar bin Khatab berpendapat
bahwa dalam memberi sesuatu dilihat mana yang lebih dulu masuk islam, dan mana
yang lebih banyak membela islam.
4. Perubahan masa.
Perbedaan masa juga sangat mempengaruhi
perbedaan dalam memahami nash ataupun berpendapat, karena tidak semua
permasalahan timbul pada masa selanjutnya, begitu juga tidak semua permasalahan
saat ini timbul pada masa yang akan datang.
Dari beberapa sebab diatas maka para sahabat
berbeda pendapat dalam memahami suatu permasalahan. Namun perbedaan pendapat
yang timbul pada masa ini tidak meluas seperti yang terjadi saat ini,
dikarenakan para sahabat yang masih berkumpul di Madinah, sehingga mereka
saling menasenati antara satu dan yang lain, hadits nabi yang tersebar tidak
terlalu banyak, dan para sahabat yang tidak diperkenankan untuk banyak
berijtihad, karena mereka masih menguatkan Al-Qur’an dan assunah.
8. Ciri Khusus Perkembangan Fiqih pada Masa Khulafaur Rasyidin.
Pada masa khulafaur rasyidin fiqh mulai
berkembang, dan pada masa ini perkembangan fiqih memiliki ciri khusus, antara
lain:
1.
Pada masa ini Al-Qur’an telah terkumpul dan dibukukan
menjadi satu mushaf, sehingga perselisihan tentang pengambilan sumber hukum
syari’at islam sangat sedikit, karena mereka masih mengutamakan Al-Qur’an.
2.
Hadits tidak diriwayatkan pada masa ini, kecuali apabila
kebutuhan untuk meriwayatkanya. Periwayatan hadits belum banyak tersebar,
kecuali pada akhir masa ini, saat para sahabat mulai tersebar dinegara-negara
yang sudah ditahklukkan islam, dan pada masa ini hadits rasulullah masih
sanagat murni, belum tercampur dengan dusta, karena hanya berpindah dari para
sahabat rasulullah yang terpercaya.
3.
Merupakan awal mula munculnya ijma’, mengijma’kan masalah
yang banyak namun hanya terdiri dari sedikit sahabat, karena masih sangat
memungkinkan para sahabat untuk berkumpul bila mendapati masalah baru, dan masa
itu masih dekat dengan masa rasulullah.
4.
Permasalahan fiqih pada masa itu sesuai dengan kejadian
yang terjadi pasa itu juga, dan belum perjadi banyak perselisihan, karena masa
itu yidak berbeda jauh dengan masa rasulullah.
5.
Hukum-hukum yang ditetapkan pada saat itu tidak
dibukukan, mereka hanya menjaganya dihati. Maka sampainya hukum-hukum tersebut
pada masa setelahnya melalui jalan periwayatan.
9. Para Fuqaha’ yang Terkenal pada Masa Khulafaur Rasyidin.
Diantara
para fuqaha’ yang terkenal pada masa ini dibagi menjadi tiga bagian menurut
pemahaman fiqihnya, antara lain:
I. Umar bin
Khatab
Ali bin Abi Thalib
Abdullah bin Mas’ud
Aisyah
Zaid bin Tsabit
Abdullah bin Abbas
Abdullah bin Umar
II. Abu
Bakar
Ummu Salamah
Utsman
bin Affan
Abu
Sa’id Al Khudriy
Abu
Musa Al ‘Asy’ari
Jabir
bin Abdullah
Muadz
bn Jabal
Abdullah
bin Amru bin Ash
Abdullah
bin Jubair
III. Abu
Darda’
Abu
Ubaidah bin Jarrah
Nu’man
bin Basyir
Ubay
bin Kaab
Abu
Tholhah
Abu
Dzar
Shofiyah
bintu Huyay
Hafsoh
bintu Umar
C. PENUTUP
Dari
pemaparan diatas penulis berharap pembaca dapat memahami sekilas tentang
perkembangan fiqih pasa masa khulafaur rasyidin, sehingga dapat menambah
wawasan tentang perkembangan fiqih pada masa itu. Dan tidak ada yang penulis
inginkan dari tulisan ini melainkan ridho Alloh. Wallahu ‘alam bish shawab.
D. REFRENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar