Kamis, 18 Februari 2016

HUKUM SEORANG MUSLIM MENGUNJUNGI GEREJA DAN SALAT DI DALAMNYA

1. PENDAHULUAN 
Agama Islam adalah agama yang universal. Yangmana Allah telah mengaturnya dengan syari’at dari semua sisi kehidupan secara lengkap dan sempurna. Bahkan hal kecil yang belum terdetik di pikiran seorang hamba, Allah juga telah mengatur. Tidak ada sedikitpun ruang untuk sebuah kritikan, karena secara sempurna Allah telah mengatur semuanya sesuai dengan tempat, waktu, dan keadaan dengan sangat tepat. Begitu juga aturan Allah terhadap seorang muslim, mulai dari ibadah, muamalah, akhlak, dan semua aspek kehidupan. Salah satu aturan Allah terhadap seorang muslim yakni menjalankan ibadah di tempat yang telah disyari’atkan, yaitu masjid ataupun tempat suci yang lain. Sebagaimana Allah telah menjadikan bumi sebagai tempat yang suci untuk beribadah. Namun apakah boleh seorang muslim mengunjungi atau salat di dalam gereja ataupun tempat ibdah seorang non muslim. Apakah tempat tersebut boleh dikunjungi, sedang tempat tersebut jelas tempat orang kafir. Dan bagaimna jika seorang muslim salat di dalamnya, apakah tempat tersebut tetapi dihukumi suci sebagaiman tempat lain yang suci untuk beribadah. Maka dalam risalah ini penulis membahas tentang hukum seputar mengunjungi gereja, atau tempat ibadah non muslim lain, dan salat di dalamnya. 

II. PEMBAHASAN 
A. Definisi 
Gereja adalah rumah atau gedung tempat berdoa dan melakukan upacara bagi agama Kristen. Di dalamnya terdapat badan organisasi umat Kristen yang sama kepercayaan, ajaran, dan tata ibadahnya, yaitu Katolik, Protestan, dan lainnya. Salat adalah rukun Islam kedua,berupa ibadah kepada Allah. Wajib dilakukan oleh setiap muslim mukalaf dengan syarat, rukun, dan bacaan tertentu. Dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dan berdoa kepada Alloh. Sedangkan dalam istilah arab salat berasal dari kata صلى-يصلى yang artinya berdoa. Sedangkan salat secara istilah adalah sebagaimana perkataan jumhur bahwasannya salat adalah perkataan dan perbutan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, disertai dengan niat dan dilaksanakan sesuai dengan syarat tertentu. 

B. Dasar Hukum Mengunjungi Gereja dan Salat di Dalamnya
 وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيراً وَلَيَنصُرَنَّ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
 “Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Hajj: 40)
 قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
 “Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”(QS. Al-Kafirun: 1-6) 
 Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda dari Abu Sa’id Al-Khudriy :
 الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلَّا الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ
 “Bumi ini semuanya merupakan masjid (tempat sujud untuk shalat) kecuali kuburan dan WC”. Diriwayatkan dari Abdur Razak dari Ibnu Abbas bahwasannya beliau membenci salat didalam gereja apabila didalamnya terdapat patung. 

C. Hukum Mengunjungi Gereja 
Gereja atau tempat ibadah lain milik orang kafir bukanlah rumah Alloh. Karena rumah Alloh hanyalah masjid. Maka gereja atau yang lainnya merupakan rumah yang digunakan untuk kafir dari agama Alloh. Walaupun terkadang nama Allah juga disebut didalamnya. Maka rumah dikiyaskan kepada pemiliknya, jika pemilik rumh tersebut merupakan orang kafir maka rumah atau bangunan itu jug merupakan bangunan kafir. 
Mengenai masalah seorang muslim yang masuk ke dalam gereja atau tempat ibadah orang kafir ulama berbeda pendapat. Dari ulama Malikiyah dan Hanabilah diperbolehkan seorang muslim memasuki tempat beribadahan orang kafir. Seperti sepasang suami istri yang berbeda agama, jika suaminya seorang muslim maka diperbolehkan memasuki tempat peribadahan isrtnya, tapi istrinya dilarang memasuki tempat peribadahan suaminya. 
Sedangkan menurut ulama Hanafiyah makruh seorang muslim masuk gereja ataupun tempat ibadah orang kafir lain. Karena itu merupakan tempatnya setan, sehingga seorang muslim tidak mempunyai hak untuk masuk kedalamnya. Dan sebagian dari Ulama Syafiiyah melarang seorang muslim memasuki gereja atau tempat ibadah orang kafir lain, kecuali dengan izin dari mereka. Sedangkan maksud izin dari pendapat diatas ulama Syafiiyah dan Hanabilah menjelaskan sebagaimana seorang suami yang melarang istinya yang kafir masuk kedalam gereja. 
Dan Syafiiyah menambahkan bahwasannya apabila suaminya yang kafir malarang seorang isrti masuk masjid, maka seorang kafir juga dilarang mendatangi gereja. Sedangkan Malikiyah berpendapat bahwasannya seorang muslim tidak berhal memberi izin kepada orang kafir ketika memasuki tempat ibadah mereka, karena itu hak mereka. Dalil yang digunakan sebagai landasan haramnya mengunjungi tenpat ibadah orang kafir adalah: 
لاَتَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا وَاللهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِين “Janganlah kamu bersembahyang dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguh- nya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya.” (QS. At Taubah: 108) 
Sedangkan pendapat yang paling shohih adalah pendapat yang ma’tsur dari Umar bin Khatab bahwasannya apabila sholat didalam gereja atau tempat ibadah orang kafir selama tidak ada gambar atau patung atau gambar. Karena malaikat tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat gambar atau patung. Begitu juga menyuruh Umar bin Khatab untuk menghilangkan patung dan gambar yang ada di ka’bah, karena rasulullah tidak memasuki ka’bah yang didalamnya terdapat patung atau gambar. Dari dalil diatas dapat dimabil kesimpulan bahwasannya apabila sholat didalam gereja atau tempai ibadah orang kafir diperbolehkan selama tidak ada patung atau gambar, maka apabila hahnya memasuki diperbolehkan. 
Dalil lain yang menunjukkan diperbolehkannya memasuki gereja atau tempat ibadah orang kafir diantaranya Abu Musa Al-Asy’ari ketika di Damaskus sholat disebuah gereja yang bernama Yuhana. Perjanjian antara Umar ra dengan orang-orang Nasrani yang terkenal dengan Piagam Al-Umariyah, di antara isinya adalah
, "وأنْ لَا نَمنَعُ كَنَائِسَنَا أَن ينزلَها أَحَدٌ مِنَ المسْلِمِيْنَ فِي لَيْلٍ ولَا نَهَارٍ وأَنْ نُوَسّعَ أَبْوَابَهَا للمَارّةِ وابْنِ السَبِيْلِ وأَنْ نُنزِلَ مَنْ مَرّ بِنَا مِنَ المُسْلِمِيْنَ ثَلَاثَةَ أَيّامٍ وَنُطْعَمُهُم" 
“Bahwa gereja kami tidak kami larang untuk disinggahi oleh salah satu dari orang Muslim baik pada waktu malam maupun siang. Pintu gereja kami terbuka lebar bagi pejalan kaki, perantau dan kami ajak bertamu bagi pejalan Muslim yang melewati kami dan kami memberinya makan tiga malam,” 
Ummahatul Mukminin juga pernah mengunjungi gereja di Habasyah. Sebagian istri Rasulullah saw menyebutkan bahwa gereja yang mereka lihat di Habasyah bernama gereja Mariyah. Ummu Salamah dan Ummu Habibah, keduanya mengunjungi bumi Habasyah. Dan keduanya memuji kecantikan bangunannya dan arsitek patung yang ada di dalamnya. Maka Rasulullah pun mengangkat kepalanya dan bersabda, “Mereka, jika orang saleh di antara mereka meninggal, maka mereka membangun masjid (tempat ibadah) di atas kuburannya, kemudian mereka melukisnya (patung) dengan lukisan tersebut, merekalah seburuk-buruk makhluk di hadapan Allah” Dari Umar ra dari Abdul Razaq melalui Aslam budak Umar ra yang berbunyi, “Saat Umar tiba di Sham, salah seorang pembesar Nasrani (Kristen) menyiapkan makanan dan mengundang Umar, lalu Umar berkata, 'Sesungguhnya kami tidak memasuki gereja kalian dengan patung yang ada di dalamnya. 
 Fatwa Lajnah Daimah menambahkan syarat dalam memasuki gereja atau tempat ibadah yang lain, diantaranya: 
1. Tidak boleh masuk gereja dengan tujuan merendah atau mengnggap remeh. 
2. Bila masuknya karena ada tujuan dakwah kepada islam atau menyebarkannya denagn tanpa mengikuti mereka dalam beribadah. 
3. Tidak takut atau kawatir akan terkena pengaruh dengan keyakinan mereka dan juga tidak mengikuti mereka. 

D. Hukum Salat di Dalam Gereja 
Dari pandapat ulama tentang mengunjungi gereja atau tempat ibadah orang kafir maka dapat diketahui diantara ulama yang membolehkan sholat juga didalmnya. Karena secara bersamaan ulama yang melarang masuk kedalam gereja atau tempat ibadah orang kafir maka secara otomatis dilarang sholat didalamnya. Sedangkan ulama yang membolehkan memasuki gereja atau tempat ibadah orang kafir memberi perincian sebagai berikut. Ulama Hanabilah membolehkan salat didalam gereja atau yang lainnya dan tidak makruh sama sekali. Akan tetapi Imam Ahmad sendiri memakruhkan apabila terdapat patung atau gambar didalamnya. Dari ulama Hanafiyah membolehkan salat didalam gereja atau yang lainnya selama menunaikannya tidak dengan jama’ah. Dan dikatakan juga Abu Hanifah pada masanya membolehkan salat didalam gereja atau yang lainnya, karena pada waktu mayoritas penduduknya adalah ahlu dzimmah dari golongan orang Yahudi. Bukan sebagan penghinaan bagi kaum muslimin, melainkan sebagai bentuk keringan terhadap orang muslim. Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Syaibah bahwasannya Bakar berkata, telah ditulis surat kepada Umar bin Khatab yang isinya tidak ditemukan tempat yang lebih bersih dan lebih layak (untuk menunaikan salat)kecuali hanya gereja . Maka Umar membalas percikkan dengan air daun bidara, kemudian sholatlah didalamnya. Sedangkan pendapat yang shahih sebagaimana pendapat mengunjungi gereja atau yang lainnya yang ma’tsur dari Umar bin Khatab bahwasannya apabila sholat didalam gereja atau tempat ibadah orang kafir selama tidak ada gambar atau patung atau gambar. Karean malaikat tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat gambar atau patung. Begitu juga menyuruh Umar bin Khatab untuk menghilangkan patung dan gambar yang ada di ka’bah, karena rasulullah tidak memasuki ka’bah yang didalamnya terdapat patung atau gambar. Dan banyak dri hadits lain yang menyebutkan bolehnya sholat di gereja atau yang lainnya selama tidak ada patung atau gambar. 

E. Keadaan yang Dilarang Seorang Muslim Memasuki Gereja 
Dari dalil yang menunjukkaan bolehnya masuk atau salat didalam gereja bukan berarti seorang muslim dengan leluasa dan tanpa batas memasuki tempat tersebut. Melainkan ada beberapa keadaan yang melarang seorang muslim mengunjungi temapt tersebut. Diantaranya adalah mengunjungi saat mereka melakukan ibadah. Dalil yang menunjukkan tentang murka Allah turun pada saat peribadatan mereka dan di tempat ibadat mereka. Umar radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Hati-hatilah kalian dari bahasa orang kafir dan janganlah kalian masuk bersama orang muyrik pada saat peribadatan mereka di gereja mereka, karena pada saat itu dan di tempat itulah murka Allah sedang turun.” Dan juga dilarang memasuki gereja atau yang lainnya bila didalamnya terdapat patung, gambar, atau sesuatu lain yang menunjukkan kesyirikan. Sebagaimana pendapat yang ma’tsur dari Umar bin Khatab bahwasannya rasulullah tidak memasuki ka’bah sampai Umar menghilangkan semua patung yang ada di ka’bah. 

 III. PENUTUP 
Kesimpulan 
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwsannya boleh memasuki gereja atau lainnya apabila didalamnya tidak terdapat patung. Begitu juga salat didalamnya diperbolehkan selama tidak ada patung. Dan Lajnah Daimah menambahkan ketentuan bagi seorang muslim yang mengunjungi gereja, agar tidak menimbulkan madzarat

Referensi 
Al-Qur’an Al-Karim Abidin, 
Ibnu, Radd Al- Mukhtar ‘ala Ad-Dur Al-Mukhtar, juz 5 
Azdi, Al-, Abi Daud Sulaiman bin As-Syi’ats As-Sajistani, Sunan Abi Daud, juz 4, cet 1, (Beirut: Daar Ibnu Hazm, 1997 M) 
Baihaqi, Al-, Abi Bakar Ahmad bin Husain bin Ali bin, As-Sunan Al-Kubro, juz 9, cet 3, (Beirut: Daar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2003 M) 
Buhuti, Al-, Manshur bin Yunus bin Ibdris, Kasyaf Al-Qana’ ‘an Matni Al-Iqna’, juz 1, cet 1, (Beirut: Alam Al-Kutub, 1997 M) 
Bukhari, Al-, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail, Al-Jami’ As-Shahih, juz 1, cet 1, (Qahirah: Al-Maktabah As-Salafiyah, 1400 H) 
Bukhari, Al-, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail, Al-Jami’ As-Shahih, juz 4, cet 1, (Qahirah: Al-Maktabah As-Salafiyah, 1400 H) 
Hanafi, Al-, Abi Bakar bin Mas’ud Al-Kasani, Bada’i As-Shana’i, juz 4, cet 2, (Beirut: Daar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1986 M) 
Hanbal, Ahmad bin, Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal, juz 18, cet 1, (Beirut: Muasasah Risalah, 1995 M) 
Harani, Al-, Taqiyuddin Ahmad bin Taimiyyah, Majmu Al-Fatawa, jilid 12, (Maktabah Taufiqiyah), hal. 100 
Kufi, Al-, Abi Bakar Abdillah bin Muhammad bin Abi Syaibah Al-‘Absi, Al-Mushanif li Ibni Abi Syiabah, juz 3, cet 1, (Beirut: Daar Qurtubah, 2006 M) 
Munawwir, AW, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984 M) 
Qulyubi, Al-, Syuhabuddin Ahmad bin Ahmad bin Salamah dan Syihabuddin Ahmad Al-Barlisi Al-Mulaqob bi Umarah, Hasyiyataani Al-Qulyubi wa Umiroh, juz 4, cet 3, (Mesir: Syarikah Maktabah wa Mathba’ah Mushthafa Al-Bani Al-Mahali wa Aulad, 1956 M) 
Shan’ani, As-, Abu Bakar Abdir Razaq bin Hammam, Al-Mushanif, juz 1, (Mansyurat Al-Majlis Al-Alami) 
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi 3, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka) 
Wizarah Al-Auqaf wa As-Syu’uni Al-Islamiyah, Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, juz 27, cet 1, (Kuwait: Darus Shofwah, 1992 M) 
Wizarah Al-Auqaf wa As-Syu’uni Al-Islamiyah, Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, juz 38, cet 1, (Kuwait: Darus Shofwah, 1992 M) 
Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah wa Al-Ifta’, juz 2

Tidak ada komentar: