Sabtu, 12 Maret 2016

WASPADA DENGAN AMALAN LISAN





مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. Qaf: 18)

Dalam surat ini Allah Ta’ala menyebutkan dengan sangat jelas, bahwasannya apa yang keluar dari lisan seorang hamba tidaklah lepas dari pengawasan malaikat. Tak ada satu patah kata yang tidak dicatat, tidak pula tertinggal. Semakna dengan firman Alloh Ta’ala dalam ayat yang lain:

كِرَاماً كَاتِبِينَ يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ

Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu). Yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Infithar: 10-12).

 Para ulama berselisih pendapat mengenai masalah pekerjaan malaikat dalam hal ini. Apakah malaikat mencatat semua kalimat yang diucapkan oleh seorang hamba sebagaimana pendapat Al-Hasan dan Qatadah. Atau malaikat hanya mencatat ucapan yang mengandung pahala dan siksaan sebagaimana pendapat Ibnu Abbas. Ibnu Katsir merajihkan pendapat yang pertama, yaitu diambil dari keumuman ayat bahwasannya malaikat mencatat semua yang diucapkan seorang hamba tanpa terkecuali.

Imam Ahmad mengatakan, telah bercerita kepada kami Abu Mua’wiyah, bahwasannya rasulullah sallahu ‘alaihi wasaalam pernah bersabda “Sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan satu kalimat yang diridhai oleh Alloh, tanpa diduga dapat menghantarkan kepada kedudukan yang diraihnya hingga Alloh mencatat baginya keridhaan berkat kalimat itu hingga hari dia menghadap-Nya. Dan sesungguhnya seseorang yang benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang membuat Alloh murka tanpa diduga dapat menjerumuskan pada murka-Nya sehingga Alloh mencatat murka terhadapnya disebabkan kalimat itu hingga dihari dia menghaap-Nya.

Disebutkan juga bahwasannya Alqamah pernah mengatakan hendak mengucapkan beberapa kata-kata, tapi diurungkan karena adanya hadits diatas. Imam Tirmidzi mengatakan bahwasannya hadits tersebut adalah hasan shahih.

Ali Ibnu Abi Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Alloh “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” “Bahwasannya semua yang diucapkan oleh seorang hamba berupa kebaikan atau keburukan akan dicatat, hingga benar-benar dicatat ucapanya. Baik yang mengatakan “aku telah makan dan minum,” “aku telah pergi,” “aku baru datang”, atau “aku telah melihat sesuatu,” dan lain sebagainya. Maka pada hari Kamis ucapan dan amal perbuatan ditampilkan dihadapannya, lalu ia mengakuinya, baik itu yang baik ataupun yang buruk.

Maka dengan penguat ayat diatas dapat kita pahami hadist rasulullah yang berbunyi:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Dari Abu Hurairah, bersabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Dan siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berbicaralah yang baik atau diamlah” (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

Sangatlah jelas bahwasannya diam lebih baik dari pada berbicara, kecuali seseorang tersebut berbicara kebaikan. Lisan juga memiliki pengaruh besar dalam sebuah amalan. Dengan seuntai kalimat atau bahkan sepatah kata, menyebabkan amalan sebanyak buih dilautan hilang tak bernilai.

Telah diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwasannya ia pernah merintih di saat sakit, lalu disampaikan kepadanya berita dari Thawus yang mengatakan bahwasannya malikat pencatat amal perbuatan menulis segala sesuatu bahkan sampai rintihan seorang hamba. Maka sejak saat itu Imam Ahmad tidak lagi merintih sampi meninggal dunia.

Begitu sangat berhati-hati ulama dalam menjaga lisan, hingga rintihan pun mereka sembunyikan. Padahal tidak jarang kita mengeluh karena suatu hal yang tidak sesuai dengan kehendak kita. Atau bahkan kita sering lupa dengan adanya dua malaikat petugas pencatat ini, hingga tanpa sadar rentetan kalimat keluar tak terkendali. Tak jarang pula dari banyaknya kalimat yang terucap, banyak pula kesalahan tanpa sadar turut mengalir. Wal’iyadzubillah.

Sungguh tak ada yang salah pada sebuah ungkapan “Diam itu emas,” bahkan itu juga merupakan anjuran rasulullah selagi belum mampu mengucapkan kebaikan. Sebagai wujud kehati-hatian terhadap daging tak bertulang ini. Diam dengan alasan mengurangi sebuah kesalahan sungguh lebih baik dari pada banyak berucap yang tak berfaedah. Dan harus diketahui juga bahwasnnya diam mempunyai tempat, tidak diam disetiap keadaan. Sebagaimana yang dikatakan Abu Ali Ad-Daqiq “Barangsiapa diam dari kebenaran maka ia adalah setan bisu.

Maka haruslah selalu kita ingat bahwasannya malaikat tidak pernah lengah sedikitpun dari apa yang keluar dari lisan kita, walaupun hanya satu huruf. Lebih berhati-hati dalam berucap, dan mempertimbangkan sebelum mengucpkan itulah yang harus kita lakukan. Semoga kita termasuk orang yang selamat dari fitnah lisan. Wallahu a’lam bish shawwab...

Refrensi:  Tafsir Ibnu Katsir, Ibnu Katsir juz 13 hal 186

   Syarah Hadits Arba’in, Imam Nawawi hal 189.

Tidak ada komentar: