الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ
فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ
خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللّهُ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa
yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh
rafats, berbuat fasik dan berbantah- bantahan di dalam masa mengerjakan haji.
Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang
yang berakal.”
(QS. Al-Baqarah: 197)
Pada ayat di atas dijelaskan bahwasaanya bulan Syawal merupakan
salah satu dari asyhurun ma’luumat (bulan-bulan tertentu) untuk
menunaikan haji, sebagaimana perkataan Imam Bukhari, menurut Ibnu Umar
yang dimaksud dengan bulan-bulan haji adalah Syawwal, Dzulqa’dah, dan sepuluh
hari bulan Dzulhijah. Maka ketiga bulan ini dinamakan bulan-bulan haji, dimana
jumlah hari dari ketiga bulan itu adalah 69 hari dengan rincian: 29 hari di
bulan Syawal, 30 hari di bulan Dzulqa'dah, dan 10 hari di bulan Dzulhijjah.
Akan tetapi menurut praktik Rasulullah, haji itu dimuali tanggal 8 Dzulhijjah
(hari Tarwiyah), 9 Dzulhijjah (hari ‘Arafah), 10 Dzulhijjah (hari Udhhiyyah),
dan 3 hari Tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
Maka dari ayat diatas Allah menjadikan bulan Syawal mulia dengan sebuah
ibadah yang telah Allah tetapkan pelaksaan didalamnya, yaitu haji. Namun tidak
hanya haji yang menghiasi bulan mulia ini, melainkan Allah juga menetapkan hari
raya bagi umat Muslim juga jatuh pada bulan yang sama yaitu 1 Syawwal.
Penamaan bulan Syawal diambil dari kalimat Sya-lat
al Ibil yang maknanya unta itu mengangkat atau menegakkan ekornya.
Syawal dimaknai demikian, karena dahulu orang-orang Arab menggantungkan alat-alat
perang mereka, disebabkan sudah dekat dengan bulan-bulan haram, yaitu bulan
larangan untuk berperang. Sedangkan bulan-bulan haram adalah bulan Muharram,
Rajab, Dzulqa’dah, dan Dzuhijah. Dan bulan Syawal dekat dengan bulan Dzulqa’dah.
Ada juga yang mengatakan, disebut bulan Syawal karena orang arab
menganggap sial pada bulan ini. Sehingga mereka melarang mengadakan acara
pernikahan di bulan Syawal. Mereka disebut bulan ini dengan bulan Syawal karena
para wanita menolak untuk dinikahi sebagaimana unta betina yang menolak sambil sya-lat
(mengangkat) ekornya, setelah didekati unta jantan.
Padahal salah satu amalan sunnah yang dilakukan pada bulan Syawal
adalah membngun rumah tangga. Sebagaimana perkataan Aisyah bahwasannya “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawal, dan beliau tinggal
satu rumah (campur) denganku juga di bulan Syawal. Siapakah diantara istri
beliau yang lebih beruntung dari pada aku. Aisyah suka jika wanita dinikahi
bulan Syawal.” (HR. Ahmad & Muslim)
Imam An-Nawawi mengatakan, “Tujuan Aisyah menceritakan hal ini
adalah dalam rangka membantah anggapan jahiliyah dan keyakinan orang arab pada
masanya. Mereka membenci acara pernikahan pada bulan Syawal, karena diyakini
membawa sial. Ini adalah keyakinan yang salah, tidak memilliki landasan, dan
termasuk kebiasaan jahiliyah, dimana mereka beranggapan sial dengan bulan
Syawal.
Diantara amalan sunnah lain yang dilakukan pada bulan Syawal adalah
puasa selama enam hari didalamnya. Sebagaimana sabda rasulullah:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ
سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barang siapa puasa Romadhon kemudian dia mengikutkan
puasa sunah enam hari pada bulan Syawal maka pahalanya seperti puasa satu
tahun”. (HR.
Muslim)
Begitu
juga dianjurkan bagi orang yang terbiasa melakukan i’tikaf, kemudian karena suatu
hal, sehingga dia tidak bisa melaksanakan i’tikaf di bulan Ramadhan maka
dianjurkan untuk melaksanakannya di bulan Syawal, sebagai bentuk qadha sunnah.
Sebagaimana
hadits dari Ubay bin Ka’ab bahwasannya rasulullah melakukan i’tikaf pada
sepuluh terakhir pada bulan ramadhan, ketika rasulullah tidak melaksanakan
dengan sempurna, maka beliau beri’tikaf dua puluh hari pada bulan berikutnya.
Maka sungguh tidak ada suatu hal yang telah Allah ciptakan
melainkan di dalamnya terdapat banyak kemuliaan. Dan masih banyak kemuliaan
yang Allah berikan pada bulan Syawal.
Akan tetapi pada bulan Syawal ini banyak juga orang
yang melakukan amalan yang tidak sesuai dengan syar’at seperti menghususkan
ziarah kubur pada bulan ini. Atau menganggap sial bulan ini sebagaimana
keyakinan orang jahiliyah arab.
Maka kita sebagai seorang muslim harus sangat
bersyukur karena Allah telah menyediakan bulan dimana pada bulan tersebut Allah
memuliakan hamba-Nya dengan menetapkan amalan-amalan mulia yang tidak terdapat
pada bulan lain. Sebagaimana Allah juga telah menyediakan kemuliaan lain pada
bulan yang lain. Maha Sempurna Allah dengan segala ciptaan dan juga kasih
sayang kepada hamba-Nya. Semoga kita termasuk hamba yang mendapat kemuliaan
karena melakukan amalan mulia pada bulan Syawal ini, dan terindar dari amalan
sebagaimana yang dilakukan orang jahiliyah. Wallahu ‘alam bish shawwab...
Tafsir Ibnu Katsir 2/238
Aunul Ma’bud Sunan Abi Daud 7/135
Lisanul Arab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar